Semifinal I: Jepang vs Arab Saudi
------------------------------
Adu Kecerdikan
Kemenangan Jepang atas Australia di perempatfinal Piala Asia, Sabtu (21/7), disambut gegap-gempita seantero Negeri Sakura. Maklum, kesuksesan tersebut merupakan pelampiasan dendam atas kekalahan dari Socceroos di Deutschland 2006, tepat 13 bulan silam.
Akan tetapi, kemenangan lewat drama adu tendangan penalti itu disambut dingin oleh media lokal. Bahkan mayoritas di antara mereka menganggapnya sebagai kebodohan pelatih Ivica Osim. Apa pasal? Menurut pers, Naohiro Takahara cs. seharusnya bisa menang dalam 90 menit saja.
Osim dianggap bersalah karena tak menambah intensitas serangan saat Vincent Grella diusir wasit pada menit ke-75. Bukannya memasukkan pemain-pemain dengan tipe ofensif, Osim malah mengganti Akira Kaji dengan Yasuyuki Konno, yang cenderung defensif.
Celakanya lagi, pergantian tersebut dilakukan hanya semenit menjelang berakhirnya waktu normal. Padahal, para pemain Aussie jelas terlihat sudah sangat kelelahan. Selain karena tekanan nonstop Nippon, juga akibat kelembapan udara tinggi serta suhu yang mencapai 36 derajat celcius.
Dalam masa perpanjangan waktu pun demikian. Osim lagi-lagi baru memanfaatkan pergantian kedua pada menit ke-103 alias dua menit menjelang istirahat extra-time. Pergantian ketiga sami mawon. Osim memanggil substitute terakhirnya empat menit menuju tos-tosan.
Beruntung bagi Osim, yang tak berani menyaksikan adu penalti secara langsung dan memilih menontonnya dari layar televisi karena Yoshikatsu Kawaguchi tampil prima di bawah mistar. Begitu pula para algojo yang disiapkan untuk mengeksekusi sepakan 11 meter.
Kolektivitas dan Dos Anjos
Jika tidak, bisa dipastikan Osim akan kehilangan kursinya. Dalam konferensi pers seusai laga, Osim mengakui bahwa dirinya telah berbuat alpa. Maksudnya, secara jujur pria Bosnia ini membenarkan bahwa seharusnya ia lebih cepat mengantisipasi situasi.
Rabu (25/7) di Hanoi, Jepang akan bersua Arab Saudi, yang menembus semifinal setelah mengalahkan Uzbekistan 2-1 di Jakarta. Secara kualitas individu, pasukan Helio Cesar dos Anjos ini kalah kelas dari Australia. Akan tetapi dalam hal kolektivitas, Singa Padang Pasir jauh lebih solid.
Selain itu, Abdulrahman Al Qahtani dkk. juga memiliki pengalaman jauh lebih tinggi di level Benua Kuning. Tiga gelar juara yang direbut Arab Saudi pada 1984, 1988, dan 1996 adalah buktinya. So, hal nonteknis seperti cuaca dan atmosfer stadion tak lagi memihak Nippon secara mutlak.
Jangan lupakan pula faktor dendam atas kekalahan di final 2000 serta kejelian Dos Anjos dalam melakoni pergantian pemain. Dua pemain pengganti dalam laga versus Indonesia, juga Uzbekistan, terbukti menjadi pilihan tepat Dos Anjos karena keduanya berhasil masuk dalam score-sheet.
Saad Al Harthi sukses menciptakan gol kemenangan ke gawang Jendry Pitoy. Sementara itu, Ahmed Al Mousa berhasil menjebol gawang Uzbekistan untuk memberi keunggulan 2-0 sebelum akhirnya pecahan Uni Soviet itu memperkecil skor menjadi 2-1.
Biasa Tertinggal
“Saya melihat faktor pelatih sebagai sosok yang bisa membaca situasi. Ia (Dos Anjos) selalu berada selangkah di depan kami dalam menentukan siapa yang pantas tampil sebagai starter dan siapa yang harus diganti. Saya pikir inilah salah satu kekuatan Arab Saudi,” papar Al Qahtani.
Aspek Dos Anjos wajib diwaspadai Osim. Soalnya bentrokan di My Dinh National Stadium diyakini bakal berjalan alot sejak start hingga finis. Dengan kekuatan yang bisa dibilang sama kualitasnya, strategi pelatih mutlak memegang kunci. Untuk yang satu ini, Osim mungkin kalah cerdik.
Namun, kita juga pantas menyoroti sisi individual personel Nippon yang seperti terlahir untuk keluar dari tekanan. Bobol lebih dulu terbukti tak terlalu merisaukan mereka. Ini terjadi dua kali saat bertemu Vietnam dan Australia. Di kedua laga ini Jepang tertinggal, tapi sukses membalikkan skor akhir. Dre.mhs&m/juli2007
Senin, 23 Juli 2007
Jepang vs Arab Saudi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar